Rabu, 03 Februari 2010

SITEM AMONG DALAM PEMBINAAN SENI RUPA ANAK-ANAK

Melalui tulisan ini penulis bermaksud menyampaikan urun rembug kepada pembina dan pecinta seni rupa anak-anak khususnya serta pada para pembaca pada umumnya, mengingat kegiatan berseni rupa mempunyai peranan penting dalam membentuk pribadi yang ekspresif, sensitif dan kreatif.
Seni rupa merupakan ungkapan ekspresi atau pengalaman batin manusia yang di visualisasikan baik dalam bentuk karya seni 2 dimensional maupun 3 dimensional melalui media garis, bidang, bentuk, warna, teksture dan ruang atau volume.
Sistem Among adalah suatu sistem pendidikan yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam lembaga Pendidikan Tamansiswa yang berpusat di Yogyakarta. Sistem Among adalah suatu sistem pendidikan dengan pendekatan semangat kekeluargaan yang berlandaskan kodrat alam dan kemerdekaan. Istilah Among berasal dari bahasa Jawa yang berarti momong atau ngemong. Menurut Dr Dewobroto, Among mempunyai konotasi mengasuh atau memenuhi kebutuhan anak baik dalam perkembangan jiwa maupun raganya, memberi pelajaran dan pembinaan dengan penuh pengabdian serta tanggung jawab. Atau lebih dikenal dengan istilah : Ing ngarso sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Pamong atau pembina hendaknya dapat memberikan teladan atau contoh yang baik, memotivasi serta memberikan kebebasan yang terkendali pada momongannya atau anak didiknya.
Dengan memahami latar belakang karya seni rupa anak-anak dan meresapi sistem among serta menyadari akan beragamnya karya seni rupa anak-anak maka penerapan sistem among dalam pembinaan seni rupa dapat ditempuh dengan langkah-langkah berikut:
1. Perlu adanya sikap pembina untuk menyadari dan meyakini bahwa anak memiliki bekal dan dasar untuk dapat ditumbuh kembangkan.Meskipun masih banyak orang tua bahkan anaknya sendiri merasa tidak berbakat.
2. Karya seni rupa anak-anak hendaknya dipandang sebagai rekaman kepribadiannya atau ungkapan pengalaman hidupnya sehinggs biarkan mereka memiliki dunianya sendiri dan jangan dilihat melalui kacamata orang dewasa.
3. Berikan suasana yang bebas dan segar dalam berkarya yang dapat mendukung anak untuk memiliki pribadiyang ekspresif dan kreatif.
4. Pembina hendaknya memiliki ketrampilan dalam memberikan motivasi dan stimulasi. Misalnya dengan cerita, diskusi kecil, mengunjungi pamean dan museum dengan tujuan untuk menggali pengalaman-pengalaman yang nantinya diharapkan dapat divisualisasikan dalam bentuk karya.
5. Dalam proses berkarya, arahan awal dapat diberikan secara klasikal namun pembinaan hendaknya dengan pendekatan individual.

0 komentar: